Kamis, 03 Maret 2011

Bahaya Plastik Kresek Karsinogenik Penyebab Penyakit Kanker


Badan Pengawas Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengingatkan masyarakat agar tidak menggunakan kantung plastik atau tas kresek berwarna untuk mewadahi makanan siap santap secara langsung. Sebab bahan kimia dalam plastik daur ulang itu berisiko membahayakan kesehatan.

Menurut Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan pada Fakultas Kedokteran Undip, Prof Dr dokter Anies Mkes PKK, kantong plastik warna hitam bersifat karsinogenik dan bisa menyebabkan kanker dalam jangka panjang. Plastik dari proses daur ulang itupun diragukan kebersihannya.
Dalam proses pembuatan plastik tahan panas biasanya ditambahkan senyawaPenta kloro bifenil (PCB) yang berfungsi sebagai satic agent. PCB menentukan kualitas plastik. “. Oleh karena itu, plastik tahan panas dimungkinkan mengandung PCB lebih banyak. Ini berbahaya bagi manusia”, katanya.


Di Jepang, keracunan PCB menimbulkan penyakit Yusho. Tanda dan gejala dari keracunan berupa pigmentasi pada kulit dan benjolan-benjolan, gangguan pada perut, tangan dan kaki lemas. Pada ibu hamil bisa mengakibatkan kematian bayi dalam kandungan, serta bayi lahir cacat. Pengaruh keracunan dalam jangka waktu lama atau menahun pada manusia oleh PCB antara lain kematian jaringan hati serta kanker hati.

“Memang bahayanya jika plastik dipakai membungkus makanan atau minuman dalam keadaan panas tidak tampak atau langsung saat menggunakan plastik, karena efek karsinogeniknya bersifat jangka panjang. Karena itu, untuk mengurangi bahaya plastik bagi kesehatan maupun lingkungan hidup dianjurkan sedikit mungkin menggunakan plastik untuk berbagai keperluan,” tutur pakar kedokteran lingkungan itu.

Bahan pengemas
Selain plastik, bahan pengemas styrofoam atau polystyrene juga menjadi pilihan untuk mengemas makanan siap saji. Styrofoam yang dibuat dari kopolimer styren mampu mencegah kebocoran, dan tetap mempertahankan bentuknya saat dipegang. Bahan tersebut mampu mempertahankan panas dan dingin, dan tetap nyaman dipegang, serta mempertahankan kesegaran dan keutuhan bahan yang dikemas. Biaya menjadi lebih murah, lebih aman, serta ringan.

Namun dari hasil penelitian, styrofoam tidak aman untuk digunakan. Pada Juli 2001, Divisi Keamanan Pangan Pemerintah Jepang mengungkapkan residustyrofoam dalam makanan sangat berbahaya.residu itu dapat menyebabkanendocrine disrupter (EDC), yaitu suatu penyakit yang terjadi akibat ada gangguan pada sistem endokrinologi dan reproduksi manusia, akibat bahan kimia karsinogen dalam makanan.

Dalam styrofoam, ditemukan kandungan Dioctyl phthalate (DOP) yang menyimpan zat benzen yakni suatu larutan kimia yang sulit dilumat oleh sistem pencernaan. Benzen ini juga tidak bisa dikeluarkan melalui kotoran atau air kencing. Akibatnya, zat ini semakin lama semakin menumpuk dan terbalut lemak, yang bisa memicu munculnya penyakit kanker.

“Benzana bisa menimbulkan masalah pada kelenjar tiroid, mengganggu sistem saraf sehingga menyababkan kelelahan, mempercepat detak jantung, sulit tidur, badan menjadi gemetaran, dan menjadi mudah gelisah. Pada beberapa kasus, benzana termakan, dia akan masuk ke sel-sel darah dan lama-kelamaan akan merusak sumsum tulang belakang. Akibatnya produksi sel darah merah berkurang dan timbullah anemia,” jelas Anies.
Efek lainnya, sistem imun akan berkurang sehingga kita mudah terinfeksi. Pada wanita, zat ini berakibat buruk terhadap siklus menstruasi dan mengancam kehamilan. Yang paling berbahaya, zat ini bisa menyebabkan kanker payudara dan kanker prostat.

Namun, menurut Prof dokter Ichrodjuddin Nasution SpFK (K), ahli farmakologi klinik, penggunaan dalam jumlah kecil dan frekuensi tidak sering, tidak akan berbahaya bagi tubuh. Sebab, tubuh memiliki alat detoksifikasi atau penghilang racun di organ hati. “asal jumlahnya tidak terlalu banyak masuk dalam tubuh, tidak apa-apa. Tubuh kita bisa menghilangkan racun itu dengan sendirinya,” ujarnya.
Akan tetapi jangan menggunakan plastik untuk membungkus langsung makanan panas. Misalnya larutan panas seperti bakso atau makanan berkuah lainnya.

Survei di AS tahun 1986 menunjukkan 100% jaringan lemak orang Amerika mengandung styrene berasal dari styrofoam. Penelitian dua tahun kemudian menyebutkan kandungan styrene sudah mencapai ambang batas sehingga menimbulkan gangguan saraf.

Penelitian di New Jersey ditemukan 75% ASI (air susu ibu) terkontaminasistyrene, karena si ibu menggunakan wadah styrofoam saat mengkonsumsi makanan. Styrene bisa bermigrasi ke janin melalui plasenta pada ibu-ibu hamil. (sumber : harian Suara Merdeka edisi 16 Juli 2009)

Pada prinsipnya, setelah mengetahui kandungan beserta bahayanya terhadap kesehatan kita akan bahan-bahan tersebut diatas, apapun yang kita lakukan untuk menghindari ataupun mengurangi pemakaian plastik berarti pula bahwa kita telah melakukan satu lagi aksi penyelamatan terhadap bumi ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar